-->

FINANCE

Putus Sekolah? Ayo Belajar Di Lembaga Pendidikan Kesetaraan

Selasa, 24 September 2019, September 24, 2019 WIB Last Updated 2019-09-24T11:14:10Z
masukkan script iklan disini
masukkan script iklan disini

Kepala SKB Kabupaten Kuningan 
Drs Cece Sutisna MMPd

PSC. Kuningan - Presepsi yang salah tentang metode pembelajaran pendidikan kesetaraan di penyelenggara pendidikan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) maupun Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) acap kali timbul di pemikiran masyarakat. 

Dari mulai pandangan, warga belajar yang diduga ujug-ujug memperoleh ijazah atau pendapat minor dari status ijazah PKBM, menjadi sorotan dan pendapat keliru yang harus diluruskan. Hal itu ditegaskan kepala Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kabupaten Kuningan Drs Cece Sutisna MMPd di kantornya, Selasa (24/9/2019)

Menurutnya, status ijazah yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan kesetaraan (SKB dan PKBM) adalah sah dan di akui oleh pemerintah. "Ijazah pendidikan kesetaraan, jelas payung hukumnya. Sudah lama, sejak tahun 2006, Menteri Pendidikan Nasional membuat surat edaran yang menegaskan bahwa ijazah Paket A, Paket B, Paket C setara secara hukum dengan ijazah SD, SMP, maupun SMA," jelas Cece, yang juga pembina PKBM Al Hidayah Cigugur.

"Jadi seharusnya tidak ada lagi keraguan atas validitas ijazah yang dikeluarkan lembaga pendidikan kesetaraan yang resmi dan terakreditasi," imbuhnya.

Ijazah yang dikeluarkan lembaga pendidikan kesetaraan, lanjutnya, bisa dipergunakan untuk syarat pekerjaan maupun meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi.

Diakui Cece, miringnya pandangan masyarakat terhadap ijazah pendidikan kesetaraan, bisa saja akibat dari ulah nakal oknum penyelenggara yang tergiur oleh iming-iming masyarakat yang ingin instan memperoleh ijazah. "Dahulu mungkin ada kejadian seperti ini. Namun, saya rasa sekarang penyelenggara takut akan konsekwensi hukum apabila mengeluarkan ijazah secara instan seperti itu," ucapnya.

Dan juga presepsi, ujug-ujug memperoleh ijazah sebenarnya menurut Cece perlu dikaji dan bisa jadi salah pendapat seperti itu. Karena menurutnya, proses pembelajaran di pendidikan kesetaraan berbeda dengan pendidikan formal. "Metode pembelajaran di pendidikan kesetaraan dan sekolah formal itu berbeda. Ini perlu saya luruskan, sehingga tidak ada anggapan, warga belajar yang ujug-ujug memperoleh ijazah," jelasnya.

"Metode pembelajaran di pendidikan kesetaraan itu dengan metode adagogik. Dimana, siswa atau warga belajar menjadi sentral. Maksudnya, mereka berperan aktif bagaimana menjadi pintar. Mereka bisa belajar dari internet atau pembelajaran jarak jauh, tidak harus selalu bertatap muka dengan tutor atau guru seperti sekolah formal. Yang menggunakan metode pedagogik, guru yang berperan aktif agar siswa menjadi pintar," paparnya.

"Untuk pendidikan kesetaraan juga istilah tempat belajar tidak disebut sekolah. Namun, panti belajar," pungkasnya. (Baim)
Komentar

Tampilkan