masukkan script iklan disini
PSC, Bogor - Demokrasi
adalah pilihan sistem politik bangsa yang harus dihormati sesuai dengan
konstitusi. Oleh sebab itu, sudah menjadi tugas kita bersama bagaimana
menjalankan pilihan ideologi tersebut agar dapat bermanfaat bagi kesejahteraan
bangsa. Pernyataan ini disampaikan Presiden Joko Widodo ketika memberikan
sambutan pada Pembukaan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Demokrat
Tahun 2018 di Sentul International Convention Center (SICC), Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat, Sabtu 10 Maret 2018. “Ideologi negara yang merujuk pada
nilai moral dan etika, menghormati nilai-nilai dan budaya bangsa Indonesia
serta memberikan kemanfaatan demi kepentingan umum,” kata Presiden.
Presiden mengatakan, beberapa tahapan telah dilalui oleh bangsa Indonesia
dalam melaksanakan reformasi politik. Diantaranya adalah amandemen
Undang-Undang Dasar 1945 dan perubahan sejumlah peraturan perundang-undangan. “Melalui
empat kali amandemen UUD 1945 dalam periode 1999 sampai 2002, kita telah
mengubah sistem ketatanegaraan kita. Kita menambah lembaga negara dan MPR yang
awalnya lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara seperti yang lainnya
dengan pertimbangan untuk memperkuat
check and balances,” ucap
Presiden.
Sistem kepartaian juga berubah menjadi sistem multi-partai, yaitu sistem
banyak partai yang dikombinasikan dengan pemilihan secara langsung. Baik
pemilihan Kepala Daerah maupun pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. “Kebebasan
politik warga negara juga semakin dijamin, kebebasan dalam mengemukakan
pendapat dan berorganisasi,” kata Kepala Negara.
Namun yang membuat situasi saat ini semakin dinamis adalah hadirnya
teknologi informasi yang berkembang pesat. Teknologi yang memberikan kesempatan
bagi warga negara untuk menyampaikan aspirasinya, membuat pemimpin lebih mudah
mendengar suara rakyatnya, membuat interaksi sosial menjadi lebih mudah dan
cepat. Dalam acara yang dihadiri oleh Presiden RI keenam yang juga Ketua Umum
Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono beserta Ibu Ani Yudhoyono itu,
Presiden Jokowi juga mengingatkan bahwa sebagai media tanpa redaksi, media
sosial juga sering digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang merugikan, seperti
menyampaikan berita bohong, hoaks, menghujat, mencela, dan menjelekkan. Bahkan media sosial juga digunakan untuk
mengumbar kebencian yang justru membawa keresahan di masyarakat, yang
sebenarnya terjadi hampir di semua negara tidak hanya di Indonesia.
Presiden memperkirakan hampir semua pemimpin negara pernah terkejut dengan
pemberitaan di media sosial. Seperti berita tentang puluhan tentara Tiongkok
yang masuk melalui bandara Soekarno-Hatta, namun setelah dicek, hal itu tidak
ada dan tidak benar. “Lalu ada 41 kasus kejahatan kepada ulama, ternyata tak
benar. Hanya 3 kasus namun sekarang sudah ditangani,” kata Presiden.
Presiden merasakan berita-berita bohong itu sengaja dibuat untuk
memperkeruh suasana. Oleh karenanya, berita-berita bohong seperti ini harus
dicegah dan ditindak sesuai hukum yang berlaku. “Untuk itu saya minta kepada
Kapolri tindak tegas pelakunya,” tutur Presiden.
Melihat kondisi seperti ini, Presiden mengatakan bahwa demokrasi yang
berjalan dengan cukup baik di Tanah Air ini masih perlu diperbaiki. “Upaya
mendewasakan kehidupan berpolitik harus terus dilakukan. Reformasi politik
tidak cukup hanya sampai pada dimensi sistem ketatanegaraan, tidak pula hanya
sebatas proses pemilu yang jujur dan adil,” kata Kepala Negara.
Tampak hadir dalam acara tersebut antara lain Wakil Presiden ke-11
Boediono, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto dan
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.
Bogor, 10
Maret 2018
Deputi
Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden
Bey
Machmudin/Red