masukkan script iklan disini
PSC, Serang - Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa (UNTIRTA) melakukan aksi penolakan Undang-undang MD3 di depan gedung
DPRD Provinsi Banten, Kecamatan Curug, Kota Serang. Dalam orasinya massa aksi
tersebut menuntut agar Undang-undang MD3 yang telah disahkan oleh DPR RI dan
Pemerintah tidak ditanda tangani oleh Presiden. (8/3/18).
Diketahui, pekan lalu
massa aksi dari PMII Cabang Serang melakukan aksi sama, dan ini aksi kedua yang
dilakukan oleh PMII UNTIRTA demikian dikatakan Ketua Komisariat Untirta Khalif
Fatullah. “Banyak alasan kami berdiri disini, terutama menolak revisi
Undang-undang MD3, dan mencoba menyampaikan aspirasi kepada para wakil rakyat,
bahwa Bapak dan Ibu dewan sudah mengkriminalisasi rakyat dengan direvisinya
beberapa pasal dalam UU ini,” kata Alif.
PMII menganggap badan
legislatif selaku lembaga perwakilan rakyat bisa menginterpretasikan aspirasi
rakyat sebagaimana yang tertuang dalam sila ke-4, yaitu kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Namun kini
hal itu hanya menjadi sebuah utopis belaka karena badan legislatif melalui
revisinya terhadap UU No. 17 tahun 2014 tentang MD3 telah bersifat represif
dalam hal membatasi hak demokrasi masyarakat dalam mengemukakan pendapat, hal
itu terlihat dari tiga pasal yang menjadi sorotan utama masyarakat yaitu pada
Pasal 73, Pasal 122 hurup K, dan Pasal 245. Dimana dalam ketiga pasal tersebut
legislatif menjadikan MKD sebagai alat untuk impunitas, dibuktikan dengan bahwa
MKD bisa melakukan proses penegakan hukum terhadap perorangan, kelompok, maupun
kelembagaan yang di anggap merendahkan kehormatan dewan.
Koordinator lapangan
Rahman Wahid mengatakan dalam orasinya, DPR dilahirkan untuk menampung aspirasi
rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi dan leadig sektor lainnya, dan revisi
Undang-undang MD3 harus benar-benar ditolak, karena demokrasi sampai sekarang
sudah tidak berpihak pada rakyat. “Ini sudah tidak lagi kita terima, mereka
membuat undang-undang untuk menebalkan kuasa DPR, padahal mereka sudah kebal
dengan hukum,” jelas Rahman.
Sementara itu, Nukman
Paluti orator yang lain menambahkan pihaknya menunggu agar perwakilan dari DPRD
Provinsi Banten menemui para massa aksi untuk berdiakusi dan menyatakan sikap
atas atas revisi Undang-undang MD3. “Kita hanya ingin bertemu dengan pimpinan
DPRD Provinsi Banten, kita ingin berdiskusi layaknya seperti kaum-kaum
intelektual yang memperjuangkan hak-hak rakyat,” ujar Nukman.
Disisi lain Indra
Lesmana Bahari yang juga merupakan anggota dari Persatuan Pewarta Warga
Indonesia (PPWI) Cabang Serang menyesalkan adanya tindakan represif dari pihak
kepolisian dan menuntut kepada Kapolres Serang Kota memberi sanksi kepada
anggotanya yang melakukan kekerasan terhadap mahasiswa. “Saya sangat
menyayangkan tindakan aparat kepolisian yang cenderung arogan dan represif
dalam melaksanakan pelayanan pengamanan aksi unjuk rasa. Sehingga, menyebabkan
luka pukulan hingga lebam-lebam, dan saya merupakan salah satu korban dari
tindakan oknum anggota polisi tersebut ” ungkap Indra.
Insiden itu terjadi pada
saat massa aksi akan membakar pocong yang bertuliskan DPR sebagai simbol
matinya Demokrasi Bangsa Indonesia, namun langsung dicegah oleh aparat
kepolisian dan terjadi chaos serta pemukulan kepada masa aksi yang berakhir
diamankannya salah satu mahasiswa. (Red)