masukkan script iklan disini
![]() |
Ketum PPWI Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA |
PSC, Jakarta - Belum lama ini sejumlah media cetak dan online dilaporkan memuat artikel tentang anggota Babinsa yang berdinas di Bandung, tepatnya di Kodam III Siliwangi menjadi pelaku penyebar hoaks. Judul pemberitaan tersebut juga dinilai menyudutkan institusi TNI Angkatan Darat yang pada hal ini adalah Babinsa yang berdinas di Kodam III Siliwangi.
Menanggapi hal tersebut, Kapendam III Siliwangi, Kolonel Arh Desi Ariyanto
menggunakan hak jawabnya untuk mengklarifikasi terhadap pemberitaan tersebut.
Dalam klarifikasinya, Kapendam III Siliwangi menjelaskan apa yang
diberitakan tersebut tidaklah benar. " Itu tidak benar, kalau ada Babinsa
Kodam III Siliwangi yang ikut terlibat dalam penyebaran hoaks tentang
penyerangan ulama beberapa waktu yang lalu," sebut Kolonel Arh Desi
Ariyanto, kepada wartawan, Senin 26 Febuari 2018 lalu.
Kapendam III Siliwangi, Kolonel Arh Desi
Ariyanto
Selain itu, melalui Kapendam III Siliwangi, Karopenhumas Mabes Polri juga
sudah menjelaskan bahwa pihak Divisi Humas Mabes Polri tidak pernah
mengeluarkan pernyataan tentang tuduhan Babinsa sebagai dalang penyebaran
hoaks.
Wawan Setia Permana, anggota Babinsa juga telah melakukan klarifikasi
setelah diperiksa di Mabes Polri, bahwa dirinya tidak pernah menerima
pertanyaan dan memberikan keterangan terkait adanya keterlibatan Babinsa dalam
penyebaran berita hoaks penyerangan para ulama.
Selain itu, di WhatsApp juga beredar fakta-fakta dan kronologis Babinsa
penyebaran hoaks, " Kami tegaskan bahwa berita tersebut bukan buatan Kodam
III Siliwangi. Itu disebarkan oleh pihak yang tak bertanggung
jawab," tegasnya.
Kapendam III Siliwangi, Kolonel Arh Desi Ariyanto juga mengucapkan
terimakasih kepada Divisi Humas Mabes Polri yang juga telah membuat klarifikasi
kepada Kodam III Siliwangi dan kepada media.
Ia, juga mengimbau, bagi media yang telah memberitakan hal tersebut, supaya
secara bijaksana untuk tidak lagi memuat berita tersebut. "Tujuannya, agar
masyarakat tidak resah, dan soliditas TNI dan Polri , sinergitas TNI Polri bisa
semakin kokoh dan kuat untuk menjaga kedaulatan serta keutuhan NKRI,"
jelas Kolonel Arh Desi Ariyanto.
Terpisah, menyikapi hal tersebut, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga
Indonesia (PPWI) Nasional, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, mengatakan
situasi yang terjadi di negeri kita saat ini, juga ke masa depan, tidak lepas
dari kondisi global. Hiruk-pikuk yang terjadi di dalam negeri di berbagai
bidang, terutama politik dan keamanan, sangat jelas terkait dengan
tarik-menarik kepentingan masyarakat di level internasional. Segala isu yang
laris-manis di pasaran pemberitaan dengan maksud menimbulkan
"huru-hara" akan dimainkan oleh para pemimpin kelompok kepentingan.
Wilson menjelaskan, Perang asimetris (perang non-militer) antar bangsa
antar negara, termasuk antar kelompok di internal sebuah bangsa/negara, yang
memanfaatkan publikasi informasi yang didukung oleh teknologi informasi, dengan
tujuan "mengalahkan lawan berperang", saat ini adalah sesuatu yang
nyata. Produksi informasi provokatif dan propaganda adalah bentuk
senjata-senjata ampuh untuk mengalahkan lawan.
Disamping itu, Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu, juga menilai ada
upaya untuk membenturkan kelompok-kelompok dominan di suatu bangsa atau negara,
contoh dalam hal ini TNI dengan Polri, atau antar kelompok politik, kelompok
ekonomi, kelompok agama, dan lain sebagainya, merupakan salah satu strategi
efektif yang dimainkan dalam perang asimetris ini. "Publikasi informasi
adalah senjata dan amunisinya," sebut Wilson, Minggu (4/3/2018) di
Jakarta.
Ketum PPWI Nasional juga menjelaskan, bahwa media menjadi tulang punggung
utama dalam proses saling menaklukan di era perang moderen hari-hari ini. Dan
wartawan lanjutnya, merupakan bagian tidak terpisahkan dari pertikaian
asimetris yang dominan berbasis digital tersebut.
"Tanpa idealisme, nasionalisme, dan patriotisme yang baik, wartawan
hanya akan menjadi pion-pion tanpa akal yang dimainkan para pemimpin kelompok
kepentingan yang sedang berperang," kata Wilson.
Dijelaskannya lagi, Kasus "tuduhan" beberapa media mainstream
terhadap Babinsa di lingkungan Kodam III Siliwangi itu termasuk salah satu
contoh real, betapa perang asimetris telah bekerja efektif sehingga pejabat
setingkat Pangdam harus turun tangan mengawal anak buahnya menghadapi lawan
perangnya.
"Jelas sasarannya adalah mengukur seberapa kuat jajaran militer
Indonesia menangkis serangan-serangan non-militer yang diarahkan kepada
institusi andalan negara Indonesia ini," tegas Wilson Lalengke, yang
merupakan trainer jurnalistik bagi ribuan anggota TNI, Polri, guru, mahasiswa,
dan masyarakat umum di berbagai daerah di Indonesia.
Kendatipun demikian, Wilson juga menghimbau agar segenap elemen bangsa di
negeri ini, terutama media massa dan jajaran pekerjanya (wartawan, kontributor,
editor, redaktur, pimred, dan pemilik media) seyogyanya untuk berhati-hati.
"Jangan biarkan diri Anda dimanfaatkan oleh pihak lain, menjadikan
Anda sebagai pion-pion tidak berotak, tanpa sadar menjalankan segala perintah
sesuai keinginan para kelompok kepentingan yang sedang bermain perang-perangan
saat ini. Jadilah pelaku jurnalisme yang memiliki sifat jujur, terpercaya, dan
penuh integritas. Hindarkan diri Anda menjadi pelacur jurnalisme," jelas
dan harap Wilson yang juga selaku alumni dari tiga universitas terbaik di Eropa
itu. [Jml/Red]