PSC, Padang - Wartawan
senior Sumatera Barat Fachrul Rasyid mengatakan hubungan pers dengan pemerintah
semestinya bukan hanya sebagai alat publikasi melainkan juga sebagai pihak yang
dilibatkan untuk berberkontribusi langsung terhadap apa yang sedang dilakukan
pemerintah untuk pembangunan.
Hal itu disampaikan Fachrul saat berbincang dengannya Rabu (7/2/2018)
membahas soal Hari Pers Nasional (HPN) 2018 yang digelar di kota Padang,
Sumbar. "Secara pribadi saya mendengar ada keluhan dari
beberapa pihak yang merasa tidak diajak, tidak dilibatkan, dan bahkan juga ada
yang merasa Pemda sudah mengambil alih momen HPN untuk kepentingan pemda saja.
Itu yang saya dengar. Barangkali, menurut saya, inilah gambaran keberadaan pers
dalam pemerintahan daerah sekarang,” kata Fachrul.
Fachrul berkisah, dulu pers bukan hanya dianggap sebagai mitra
publikasi pemda tetapi bagian dari elemen masyarakat. jadi, apapun kegiatan
yang menyangkut kepentingan Sumbar, kehadiran pers disitu bukan hanya untuk
publikasi melainkan membicarakan, memikirkan, mempertimbangkan dan
berkontribusi langsung terhadap yang sedang dilakukan. “Pak januar Muin dulu
bikin PLTA yang dimintanya bukan ekspos. Kalau kemudian diekspos itu hal
terakhir. Yang diminta dari pers, kontribusi pemikiran,” kata dia. “Makanya, di
zaman Pak Pandu, Nasrul Sidik, Basril Djabar, wartawan bicara di forum-forum
Pemda. Keterlibatan wartawan bukan sebagai alat, tapi sebagai konseptor dan
pengawasan,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Fachrul Rasyid mengatakan, dirinya mendapat kesan dari wartawan
di Sumatera Barat, kondisi seperti itu sudah jauh berubah. Kondisi saat ini,
menurutnya, membuat wartawan kehilangan emosional dengan pemerintah dan
pembangunan daerahnya. “Kalau ada kawan-kawan yang merasa tidak
dilibatkan atau diabaikan, saya kira masalahnya disitu. Dulu wartawan, siapapun
yang merugikan daerah dikritik dan dilawan, dan siapun yang menyukseskan
didukung. jadi ada hubungan emosional pers dengan jajaran pemerintahan di
daerah, bukan hanya Pemda saja,” ujarnya.
Fachrul juga mengingatkan, agar pers juga mengevaluasi diri. Dalam 5 tahun
terakhir, menurutnya, kondisi pers Indonesia sudah banyak berbeda. “Kalau dulu
kebanggan wartawan adalah ketika berhasil membuat berita yang beda, baik ulasan
maupun cara pandangnya. Kalau sekarang banyak berita yang sama. copy paste.
Hubungan dengan Pemda juga begitu, terkesan jual beli. Sekarang sebagian besar
kegiatan pemda itu pariwara. Artinya tidak layak berita dan harus dibayar,”
katanya. (TIM)
0 Komentar